IHYA ULUMIDDIN
Imam Al-Gazali
JILID 1
MUQADDIMAH
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang.
Kami memuji kepadaMu, wahai Dzat yang Maha Memiliki sifat keagungan dan kemuliaan, atas segala sesuatu yang telah Engkau sempurnakan untuk kami dari agama Islam.
Kami juga menghaturkan ucapan shalawat dan salam atas Nabi pemberi petunjuk dan kerahmatan, yang diutus dengan membawa Al Kitab dan Hikmat, sebagai penutup sekalian Nabi, dan pemimpin para penunjuk kebenaran, yaitu junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. juga atas semua keluarga, sahabat serta pengikutnya.
Amma ba'du!
Bahwasanya pemberian nasihat secara merata kepada masyarakat umum, serta mengusahakan untuk memberikan petunjuk kepada mereka itu secara menyeluruh, adalah termasuk hal-hal yang sangat penting dan utama, yang tergantung pula kepada golongan umat yang istimewa yakni para alim ulama, para muballigh dan sehagainya. Sebabnya ialah karena golongan mereka inilah yang merupakan orang-orang kepercayaan syari’at, bahkan mereka pulalah yang menjadi cahaya lampunya, pelita-pelita ilmu pengetahuannya serta penjaga pagar-pagarnya.
Adapun orang-orang salaf dahulu selalu menyampaikan apa-apa yang terkandung dalam dada mereka yakni apa-apa yang mereka ketahui pada hari kemarinnya mengenai hal ihwal, zaman atau tempat mereka itu. Kemudian setelah pembahasan-pembahasan itu meluas dikalangan Islam, mulailah dihimpunkannya berbagai petunjuk yang diterima langsung dari Nabi s.a.w. untuk diketengahkan kepada seluruh ummat manusia. Selanjutnya demi kekuasaan negara makin meluas dan kemajuan makin besar, maka mulailah timbul percabangan, pengeluaran hukum dan pengambilan-pengambilan secara beristinbath dalam segala bidang dan fan sesuai dengan ghazarah atau peluapan kesempurnaan yang ada. Dengan demikian, buku-buku dan naskah-naskah dalam berbagai ilmu pengetahuan dapat terkumpul bagaikan meluapnya air lautan, sehingga menjadi mudahlah pembahasannya secara besar-besaran bagi siapa saja yang ingin memetiknya. Bahkan buku-buku itu pulalah yang merupakan pegangan utama untuk dijadikan bahan penyiaran, juga sebagai tempat berlindung untuk mengetahui hakikat-hakikat dari ilmu pengetahuan yang diselidiki. Akhirnya beraneka ragamlah ciptaan-ciptaan serta susunan-susunan dalam setiap macam ilmu itu, malahan amat indahlah karangan-karangan yang muncul dalam memberikan pembahasan-pembahasannya.
Oleh sebab bermacam-macamnya naskah yang sudah tersusun sehingga bingunglah pencari atau penuntut ilmu pengetahuan itu memilih mana yang terbagus nilainya dan sebagian besar terhenti untuk mencari mana yang tertinggi mutunya. Penyelidikan untuk meneliti mana-mana yang terbaik itu sampai-sampai menjadi tanda kecerdikan dan mengambil mana-mana yang paling bermanfaat lalu menjadi bukti kepandaian dan kemajuan.
Selanjutnya, berhubung memberi nasihat kepada golongan kaum ’awam, yaitu dengan cara menunjukkan mereka akan jauharnya agama Islam, memberi tahukan kebaikan-kebaikan agama serta kewajiban-kewajibannya, Sunnah serta Haramnya, juga untuk memerintahkan kepada mereka itu agar berbudi luhur dan mulia, melarang mereka dari segala macam akhlak yang rendah dan hina, agar dengan demikian itu mereka dapat menaiki tingkatan yang akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan mereka, oleh sebab semua itu termasuk sepenting-penting dan seutama-utama kewajiban yang harus dilaksanakan, bahkan termasuk pula sekokoh-kokoh kefardluan yang harus dikerjakan, sebab Allah Ta’ala memang sengaja memberikan kepada golongan para alim ulama supaya mengajak- ajak kepada kebaikan, memerintah mana-mana yang ma’ruf dan melarang mana-mana yang mungkar, juga agar orang-orang yang menerima ajakan itu suka mengikuti syari’at-syari’at Allah Ta’ala sehingga gemar mematuhi apa-apa yang diperintah dan dilarang, mau memperhatikan apa-apa yang dijanjikan dan diancamkan, apa-apa yang digembirakan dan ditakut-takuti, maka wajiblah bagi setiap penyiar agama Allah Ta’ala itu, supaya benar giat dalam usahanya untuk menempuh jalan apa saja dalam menuju kesempurnaan da’wahnya itu. Hal ini tentu saja memerlukan kecerdikan dan kebijaksanaannya. Oleh karenanya, ia haruslah memilih dari seluruh karangan-karangan yang ada itu, mana-mana yang paling banyak manfaatnya dan harus pula meneliti dari inti dan sarinya mana-mana yang tertinggi mutu dan nilainya. Maka dari itu, perlulah dicari dengan secermat-cermatnya, sebab belum tentu yang terbanyak digunakan sebagai bahan pengajaran dalam berbagai-bagai majlis itu berupa kitab yang kokoh dasarnya atau banyak memberikan faidah kepada umumnya masyarakat. Memanglah sesuatu yang sudah nyata ketinggian mutunya itu, tidak perlu lagi diberikan pembuktian, yang sebenarnya sudah tidak diperlukan lagi.
Sesuatu karangan yang disusun yang berjudul sebagai peringatan-peringatan atau nasihat-nasihat untuk umumnya masyarakat merupakan naskah yang amat tinggi nilainya. Tidak mungkin dapat mengerjakannya melainkan seorang yang bijaksana dan amat cerdik serta pandai.
Tahukah Tuan, betapakah tingginya kedudukan seorang juru pengingat, juru nasihat atau juru pemberi petunjuk itu ? Ia adalah seorang manusia yang pasti menjaga benar-benar akan hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Allah, bekerja untuk menerangi akal fikiran, mendidik jiwa, menjernihkan serta memberi kebudayaan hati nurani dalam taraf yang tinggi, memberi cahaya otak, meluruskan i’tikad dan menjelaskan rahasia-rahasia peribadatan. Bahkan juga melemparkan segala tutup yang menyelubungi faham-faham yang terkekang dan terbatas karena daki-daki yang disebabkan oleh kebodohan dan pusaka-pusaka yang berupa kesesatan semata-mata.
Juru peringatan adalah pawaris Nabi Muhammad s,a. w. Ia pasti berdiri tegak atas dasar-dasar dan tujuan syari’at yang murni serta hikmat yang tersirat didalamnya, ia pasti mengetahui letak masalah yang menjadi perselisihan atau persesuaian antara seluruh alim ulama. Malahan ia pastilah dapat membimbing para pendengarnya kepada apa saja yang dapat disesuaikan dari segala macam hukum yang ada. Ia tidak akan meloncat dalam cara pembimbingannya itu sampai kepuncak yang berupa kesulitan atau kesukaran, tetapi tidak pula mengajak menurun sampai ke tingkat memberi kemurahan (rukhshah) yang tidak wajar, sehingga terlampau sangat kemurahan itu diberikannya. Tetapi juru pengingat yang baik adalah yang menuntun ummatnya kearah yang haq dan benar serta jalan yang selurus-lurusnya.
Juru pengingat adalah manusia yang bertugas untuk menyiarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat antara seluruh ummat, mengajak mereka mengamalkannya, berbicara dihadapan mereka itu dengan mengingat kadar kekuatan otak dan akal mereka, memberikan pimpinan dengan bahasa yang mereka gemari dan mereka mengerti. Ia suka mempergauli ummatnya demi untuk menyampaikan nasihatnya, menghubungi mereka serapat-rapatnya demi untuk mempersatukan hati mereka itu.
Selain itu, juru pengingat adalah merupakan pendorong utama dalam mengeluarkan seluruh ummat manusia dari kegelapan kebodohan ke cahaya ilmu pengetahuan, membebaskan mereka dari perbudakan serta belenggu kekhurafatan dan kemewahan (kebimbangan). Jadi juru pengingat itu sebagai pelita, sekiranya tidak dapat lagi diambil manfaat dari cahayanya, maka tidak diperlukan lagi adanya pelita itu. Oleh sebab itu, amat tepatlah adanya suatu peribahasa yang berbunyi:
"Tidaklah seorang alim itu dapat disebut orang alim sehingga tampak nyatalah bekas ilmunya itu dikalangan kaumnya".
Kalimat diatas memang benar, sebab seorang alim itu tidak hanya akan dimintai pertanggungan jawabnya mengenai dirinya sendiri, tetapi juga yang mengenai keluarga, golongan serta ummatnya. Oleh karena itu, sudah sewajibnyalah kalau juru pengingat tadi suka memberikan pendidikan, suka memberikan nasihat dan mentablighkan sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah s.a. w. Pendek kata, seorang juru pengingat wajiblah sempurna ilmu pengetahuannya, sempurna dan cukup pandai dalam memberikan apa-apa yang diajarkan itu, bahkan wajib pula sempurna dalam cara membimbingnya dan sempurna akhlak serta budi pekertinya.
Rasanya tidak perlu disangsikan lagi bahwa juru pengingat pada masyarakat umum itu, sekalipun sudah demikian kuat bakatnya, demikian luas pengetahuan dan pengalamannya, tetapi masih juga memerlukan suatu bahan yang dapat memberikan bantuan padanya untuk digunakan alat dalam usahanya yang suci itu, juga akan menolong fikirannya apabila ia bermaksud hendak mencari sesuatu yang diperlukan. Tetapi manakah bahan yang sebaik-baiknya untuk dijadikan penolongnya tadi?
Sepanjang yang saya ketahui, diantara sekian banyak karangan yang telah disusun sebagai bahan pengingat-ngingat untuk masyarakat umum belum lagi dapat saya peroleh, yang kiranya dapat memenuhi syarat-syaratnya dengan sempurna, supaya dapat dimengerti benar-benar apa arti dan tujuannya, dicapai yang tersurat dan yang tersirat didalamnya, mencukupi kebutuhan, memuaskan semua yang berupa kelengkapannya, terhindar dari segala macam persoalan yang pelik-pelik dan rumit-rumit, mudah untuk diambil dan difahami, sehingga setiap juru pengingat yang memerlukan dapat meminta pertolongan dari padanya, setiap orang yang ingin menyelidiki dapat petunjuk dengan menelaahnya, bahkan saya senantiasa menanti-nantikan dari sekian banyak kesemerbakan taufik Tuhan yang kiranya dapat menenangkan hati, sehingga akhirnya setelah saya mengadakan percobaan dalam beberapa tahun pengajaran dari setiap kitab yang indah, kemudian beberapa tahun kemudian, saya berpendapat bahwa semanfaat-manfaatnya kitab yang dapat digunakan untuk bahan pemberian nasihat dan pengingat-ngingat kepada seluruh kaum muslimin dan mukminin adalah judul-judul yang dipilih dan disaring dari sebuah kitab yang bernama : IHYA’ ULUMIDDIN, — maknanya MENGHIDUP-HIDUPKAN ILMU-ILMU AGAMA —, sebuah karya besar dari Al’Allamah Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-thusi, ’alaihir rahmah warridlwan.
Kemudian secara kebetulan sekali pada suatu ketika saya bertukar fikiran dengan yang mulia dan bijaksana tuan Imam *1) dan saya ingin memperoleh pendapat beliau yang tepat dalam persoalan yang saya maksudkan ini, lalu dengan menyesal sekali beliau mengemukakan buah fikirannya dan berkata : "Memang dalam urusan ini belum ada suatu naskahpun yang sudah dikarang, tetapi menurut pendapat kami yang terbaik ialah kitab Ihya’ Ulumiddin, namun harus dibuatkan sebagai kesimpulan atau keringkasannya lebih dahulu".
Pendapat beliau yang mulia itu saya anggap sebagai suatu hal yang amat kebetulan sekali. Kini saya ingat pula bahwa ada seorang yang terkemuka juga di daerah Damsyik telah memberikan pertimbangan kepada orang-orang yang meminta pendapatnya, bagaimana cara mengajarkan kitab Ihya’ itu, sebab semula ia mengajarkan bacaannya sehuruf demi sehuruf, dengan meneliti benar-benar kaidah-kaidah nahwu sharafnya, lalu ia mengadu karena merasa sangat sempit dadanya, karena harus mengadakan pembahasan yang sukar dimengerti oleh orang-orang ’awam dan tidak dapat diambil manfaatnya, kecuali oleh orang-orang yang khusus saja. Oleh sebab itu dikemukakanlah pendapatnya yaitu agar dipilihnya saja beberapa fasal yang dianggap sangat penting dan perlu dimaklumi oleh masyarakat umum.
*1) Yang kami maksudkan ialah Al-Ustadz Sjech Muhammad Abduh, Mufti Mesir, sewaktu kunjungan kami di Mesir pada tahun 1321. Kami meminta pertimbangan padanya, lalu beliau memberikan pendapatnya itu ’alaihirrahmah war ridlwan.
Saya sendiri, setelah mengetahui peristiwa-peristiwa yang sedemikian tadi, benar-benar dapat mengakui kesempurnaan kecerdikannya, semoga Allah merahmati dan meridloi padanya. Oleh sebab itu, maka saya bermaksud hendak membuat ringkasan dari kitab yang bermutu tadi yakni Ihya’ Ulumuddin dan usaha itu saya mulai sejak tahun 1323. Ringkasannya itu saya jadikan dua jilid yang serba ringkas, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ada. Selain itu saya ikuti cara penerbitannya seperti keadaan aslinya, jadi tidak saya bedakan sama sekali.
Saya mengharapkan semogalah dapat terlaksana sebagaimana tujuan yang diidam-idamkan, mudah-mudahan pula akan merupakan penemuan kembali sesuatu milik yang telah hilang. Kepada Allah itulah tempat kita memohonkan pertolongan dan padaNya pula tempat kita bertawakkal.
Halaman: 7 s/d 13